Tiap tahun jumlah
pengguna internet di dunia meningkat pesat dan diiringin dengan perkembangan teknologi
Yang mendampinginnya (Baca:Daftar Jumlah Pengguna Internet Dunia 1995-2008.)
Peningkatan ini terjadi karena internet memiliki pengaruh yang besar
terhadap perkembangan dan penyebaran ilmu pengetahuan, sains, informasi up
to date, relasi (situs jejaring), hingga ekonomi, bisnis, politik dan
religi. Berbagai transaksi jual beli yang sebelumnya hanya bisa dilakukan
dengan cara tatap muka (dan sebagian sangat kecil melalui pos atau telepon),
kini sangat mudah dan sering dilakukan melalui Internet atau lebih dikenal e-commerce.
Besarnya pengaruh
(sisi positif) internet membuat negara-negara maju berlomba memperbesar
infrastruktur, jaringan dan teknologi internet. Bagi pemerintah bersama
stakeholder (provider/operator) negara-negara maju, mereka telah memperbesar
kecepatan internet hingga angka fantastis bila dibanding dengan negara seperti
Indonesia. Adalah negara Korea Selatan yang menjadi negara dengan akses
internet tercepat, yang disusul Jepang.
Berikut 12 Negara
(Wilayah) dengan kecepatan Internet tertinggi
Rank
|
Negara
|
Kecepatan Akses
|
1
|
Korea Selatan
|
21,71 Mb/s
|
2
|
Jepang
|
16.00 Mb/s
|
3
|
Aland Island
|
15.02 Mb/s
|
4
|
Lithuania
|
13.44 Mb/s
|
5
|
Latvia
|
13.35 Mb/s
|
6
|
Swedia
|
13.26 Mb/s
|
7
|
Romania
|
12.85 Mb/s
|
8
|
Belanda
|
12.32 Mb/s
|
9
|
Bulgaria
|
12.02 Mb/s
|
10
|
Republik Moldova
|
10.00 Mb/s
|
11
|
Hong Kong (China)
|
9.52 Mb/s
|
12
|
Slovakia
|
8.92 Mb/s
|
–
|
–
|
–
|
28
|
Amerika Serikat
|
5.1 Mb/s (Update)
|
–
|
–
|
–
|
138
|
Indonesia
|
1.21 Mb/s
|
Sumber : Speedtest (Update 14 Okt
2009)
Tabel diatas
menunjukkan kecepatan rata-rata akses internet yang berhasil diolah oleh speedtest.net.
Dari kecepatan tersebut, maka waktu rata-rata untuk mengakses sebuah situs di
Korea atau Jepang hanya dibutuh waktu hitungan detik. Hal yang berbeda dengan
Indonesia, yang membutuh waktu beberapa detik hingga belasan bahkan puluhan
detik.
Internet di Indonesia : Sudah Lemot, Mahal Pula
Kecepatan yang Lemot
Dari data kecepatan
internet dunia, maka kecepatan internet di Indonesia termasuk yang cukup buruk
dibanding dengan negara-negara dunia, bahkan di Asia. Dari sekitar 200-an
negara + wilayah negara khusus (seperti Hongkong, Macau), Indonesia berada diposisi ke-138
dalam kategori kecepatan akses (khususnya download) internet.
Kecepatan internet Indonesia jauh dibawah Korea Selatan, Jepang, Hongkong,
China dan Singapura.
Ketika kecepatan akses
internet di Jepang mencapai belasan hingga puluhan Mbps, kecepatan internet
Indonesia hanya mencapai ratusan kbps saja. Angka kecil itupun kebanyakan
diperoleh melalui fasilitas umum seperti warnet, cybercafe, hotspot, kampus
atau kantor. Dan sejak ‘demam facebook’ menyerang Indonesia, fasilitas
blackberry, iphone, atau ponsel internetan menjadi salah satu sarana
pendongkrak aksesbilitas internet di Indonesia.
Sebagai perbandingan,
saya akan tampilkan kecepatan akses internet di Indonesia dibanding Jepang.
Data ini saya peroleh dari sharing rekan-rekan kaskuser Indonesia yang berada
di Jepang.
Berikut adalah
kecepatan internet di Jepang (rekan-rekan Kaskus’ers di
Jepang).
Sampling Kecepatan
Internet di Jepang
|
|
KKDI Corporation
|
|
NTT Communications
|
|
Chugoku Shikoku
Internet
|
|
SoftbankBB Corp
|
|
Bandingkan dengan
kecepatan internet di Indonesia.
Sampling Kecepatan
Internet di Indonesia
|
|
Internet Smart Paket
Biasa
|
|
Telkom Speedy
|
|
Indosat 3G
|
Dari dua tabel di
atas, kita tentu cukup ‘iri’ melihat kecepatan akses internet di Jepang. Dan
mungkin…..orang Jepang juga cukup ‘iri’ dengan kesabaran orang Indonesia dalam
mengakses internet. Lalu, apakah dengan kecepatan akses yang begitu di Jepang
berimplikasi pada tingginya biaya internetan-nya?
Sudah Lemot, Mahal
Pula
Para netter Indonesia
saat ini dan mungkin beberapa tahun lagi masih cukup malang. Selain kecepatan
yang cukup lemot, ternyata biaya layanan internet di Indonesia cukup mahal.
Dengan kecepatan rata-rata 256 kbps, para pengguna internet Indonesia harus membayar
sekitar Rp 150.000 per bulan (asumsi kuota internet unlimited). Ini
berarti biaya akses internet Indonesia Rp 585.000/Mbps/bulan. Bagaimana dengan
Jepang?
Dengan menikmati
kecepatan rata-rata 15 Mbps, netter Jepang hanya merogoh sekitar 5000-6000 yen
per bulan atau sekitar Rp 450.000 hingga Rp 550.000 per bulan. Angka ini sama
dengan Rp 33.000/Mbps/bulan. Dari angka absolut saja, biaya internet Indonesia
17 kali lebih mahal dibanding Jepang. Ini belum dihitung daya beli masyarakat
Jepang yang sangat tinggi.
Dengan memperhitung
daya beli masyarakat Jepang dan income per capitanya terhadap Indonesia, maka
perbandingan biaya internet terhadap layanan Indonesia memang sangat buruk.
Dengan income per kapita 16 kali lebih besar daripada penduduk Indonesia, orang
Jepang menikmati akses internet sekitar 1/250 lebih murah dengan Indonesia.
Angka ini berasal dari hitungan kasar saya : Biaya per Mbps/bulan X
perbandingan income perkapita (17×16=272, dan saya bulatkan 250 kali). Jadi, biaya
internet Indonesia sekitar 250 kali lebih mahal dibanding Jepang.
Rakyat Harus Bicara dan Melek
Buruknya layanan
internet di Indonesia harus disadari oleh rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia
harus melek informasi bahwa rakyat kita masih sangat sulit untuk mendapat
informasi. Sudah sulit, mahal pula. Itulah informasi yang harus masyarakat
tahu. Jika masyarakat tidak tahu, maka pemerintah + stakeholder akan
ongkang-angking membiarkan masyarakat kesulitan akses internet. Sistem tarif
internet kita saat ini, sama dengan kasus perbandingan tarif
telekomunikasi 2004 vs 2009. Yang mana sebelum tahun 2006, tarif
telekomunikasi kita sangat tinggi. Dengan prediksi yang sama, maka dalam waktu
3-5 tahun kedepan, tarif internet semestinya sudah turun hingga 90%.
Sistem monopoli (sudah
berkurang), minimnya konten/server lokal (dalam negeri)
merupakan dua faktor utama yang menyebabkan “lemot”-nya layanan internet kita.
Faktor penyebab lain adalah jaringan back-bone di Indonesia yang masih
terbatas. Khusus faktor ke-2 yakni konten/server lokal harus menjadi perhatian
kita bersama. Mayoritas akses internet di Indonesia tertuju pada konten atau
server-server yang berada di Amerika, dan ini menyebabkan bandwith kita banyak
tersedot ke Amerika. Sedangkan harga bandwith itu sendiri cukuplah mahal. Hal ini
hanya bisa kita tekan dan atasi dengan menggalakkan server lokal. Jadi, jika
anda memiliki Website, Webblog, atau sejenisnya, sebaiknya memilih hosting yang
servernya berada di Indonesia. Cara ini akan mempercepat akses internet kita,
setidaknya mengurangi routine sistem internet yang jaring- berjaring.
Puluhan tahun Jonathan Limbong
Parapak, 55 tahun, membuktikan diri sebagai profesional yang tangguh dengan
membangun Indosat, perusahaan telekomunikasi Indonesia terkemuka, sejak tahun
1969. Hidupnya selalu penuh tantangan, dan berkelok ibarat kabel telepon.
"Selama hidup saya ditakdirkan sebagai pengabdi masyarakat. Jadi tidak
boleh mengeluh. Saya jalani hidup ini, ibaratnya seperti bentangan kabel
telepon yang menelesuri pelosok Indonesia, " kata lelaki kelahiran
Rantepeo, sebuah desa di Tana Toraja, Sulawesi Selatan, yang mengaku daerahnya
masih sulit dijangkau hubungan komunikasi ke luar.
Melihat
kondisi desanya tersebut, jadilah Jonathan bertekad untuk menguasai bidang
telekomunikasi. Selepas SMA, dan pernah mencoba di Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin, Ujungpandang -- tapi tidak selesai -- ayah tiga orang
anak ini langsung mendaftarkan diri di Universitas Tasmania, Australia dan
mengambil jurusan telekomunikasi. Tamat sarjana muda di universitas yang sama,
Jonatahan mendaftarkan diri ke bidang komunikasi untuk mengambil gelar sarjana.
Untuk menambah ilmu, dia mengikuti kursus eksekutif di University
Syracuse.
Memulai
karir awalnya sebagai staf PT Indosat pada tahun 1969, sebelas tahun kemudian
berkat prestasi kerjanya, dia duduk sebagai direktur utama PT Indosat.
"Sayalah yang pertama kali menciptakan sistem manajemen solid BUMN di
Indosat. Itu membuah hasil, Indosat dipilih sebagai perusahaan go public
pertama di Indonesia," tutur lelaki yang sering berpenampilan rapi dan
suka senyum ini penuh kebanggaan.
Berkat
kemampuan menguasai telekomunikasi, akhirnya, pada tanggal 15 Februari 1991
nama Jonathan bergerak masuk ke dalam jajaran pemerintahan. Dia ditugasi
sebagai Sekjen Deparpostel. Di sini kiprah Jonathan terlihat. Dia terlibat
dalam gebrakan pertelekomunikasian di jalur telepon seluler yang melahirkan
begitu banyak model seperti GSM, PHS, DCS, dan masih banyak lagi.
Dan
pada akhir Mei 1997 lalu, dosen Fakultas Teknik Universitas Indonesia ini mulai
berkomentar tentang internet, alat komunikasi tanpa batas negara yang
meruntuhkan berbagai halangan komunikasi itu. "Penyebaran informasi yang
pornografi dan berita yang menyudutkan negara, ancamannya jelas dijerat
KUHP," ucapnya. Artinya, sepanjang tidak menyebarkan pornografi dan fitnah
kepada negara, maka pemberi jasa informasi di internet di Indonesia tak perlu
merasa khawatir. "Selama ini deparpostel hanya mengawasi perteknologiannya
saja, lainnya itu tidak," katanya menambahkan.
Ditemui Hani
Pudjiarti dari TEMPO Interaktif, di kantornya, di Medan Merdeka Barat Jakarta, tokoh yang laris
diundang seminar tentang internet dan pertelekomunikasian ini berbincang panjang.
Berikut petikannya :
Bagaimana Anda melihat perkembangan telekomunikasi Indonesia
menjelang abad 21 nanti?
Tahun 2000 tinggal dua
setengah tahun lagi. Untuk menghadapinya telekomunikasi Indonesia mencanangkan
telkom Nusantara T-21. Artinya, untuk mencapai tingkat dunia penyelenggaraannya
sudah harus dilihat kualitas layanan dan kinerjanya. Pencanangan Nusantara T-21
ini dianggap perlu karena bangsa Indonesia akan memasuki abad 21 dengan visi
yang sangat jelas unuk pertekomunikasian. Di sini, kita mencoba menggambarkan
pengenalan jaringan dan sistem informasi yang tergelar global menyambut tahun
2000 nanti. Itu dibarengi kondisi pembangunan infrastruktur yang sudah ada,
seperti jalan-jalan, sistem informasi yang canggih berpita lebar untuk
menyalurkan kepentingan informasi. Bahkan di pulau Jawa dan kepulauan lainnya
sudah dibangun yang namanya serat optik secara merata.
Apalagi yang direncanakan?
Memasuki tahun 2000
nanti selain serat optik, ada mikro radio yang menggunakan satelit yang lebih
luas. Sekarang Palapa C-nya sudah hadir, Telkom 1 akan diluncurkan, tinggal
merancang acces action multi medianya. Belum lagi telepon
seluler yang menerapkan Global System for Mobile Comunication (GSM), Personal
Handphone System (PHS), Personal Communication System (PCS), dan Digital
Celuler System (DCS) dan hubungan lainnya. Dengan sistem itu biaya operasi
lebih irit. Intinya, harapan di abad 21 nanti, paling tidak masyarakat ibukota
sampai ke tingkat kecamatan sudah bisa mengakses informasi dengan mudah. Di
kecamatan bila perlu ada delivery down load untuk kecepatan
tinggi sekitar 2 megabyte yang dilalui oleh multi media. Singkatnya cita-cita
kita memasuki abad 21 nanti, seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai penjuru
dapat mengakses jaringan multimedia seperti teman-temannya di seluruh
Indonesia.
Mengapa Anda yakin sekali Indonesia sudah siap menghadapi abad 21
telekomunikasi?
Perencanaannya sudah on
paper, pembangunan proyek sudah jalan. Pada Repelita VI kemarin
direncanakan ada 5 juta satuan sambungan, tapi terpasang sekitar 8 juta
sambungan. Ini menunjukan pembangunan Indonesia akseleratif dan mempercepat
kita bisa segera memasuki abad 21 nanti. Pasti banyak orang mengatakan ini
sekedar karangan saja, padahal inilah target sesungguhnya dan sudah mulai kita
lakukan dengan penggunaan teknologi sebagai tempat informasi. Itu sudah
didemonstrasikan di beberapa daerah. Bahkan sebelum pemilu kemarin dipakai
jaringan express connection, pelayanan komunikasi cepat seperti
telepon. Alat ini bisa dipasang kurang dari seminggu secara cepat untuk
menghubungkan daerah pedalaman mengenai informasi. Ini sudah terjadi Irian dan
pelosok daerah Indonesia.
Mengapa tarif pulsa di Indonesia sangat mahal, padahal kita
mempunyai satelit sendiri?
Sekarang tarif pulsa
Indonesia sekitar 115 rupiah per pulsa, bila dikurs dalam dollar maka itu hanya
sekitar 5 sen dollar saja. Di mana ada tarif pulsa semurah itu. Jadi, lihat
perspektifnya dulu, jangan langsung menunding. Kadang orang membandingkan
dengan Singapura mengenai tarif sambungan langsung jarak jauh (SLJJ). Coba
Singapura negerinya 'kan kota, sementara Indonesia dari Aceh sampai Irian harus
melalui SLJJ. Indonesia jangan membandingkan dengan Amerika, negara super maju.
Kapasitas beli sentral Indonesia saja mungkin baru sekitar 10 juta dollar
dengan kapasitas sekitar 10 ribu satuan sambungan. Di Amerika barangkali 10
juta sudah mendapat sepuluh kali lipat satuan sambungan. Jadi itulah
perspektifnya, jangan terus membandingkan dengan seenaknyai terhadap negara
lain.
Tetapi mengapa beberapa negara Asean yang meminjam satelit dari
Indonesia justru bisa menekan dan memberi tarif lebih murah dibanding
Indonesia?
Oh, itu tidak ada
kaitannya dengan satelit. Satelit ke atas, kalau ini 'kan kabel kawat. Sekarang
di Jakarta, untuk menggali itu memakai radio listrik. Saat ini banyak teknologi
yang menggunakan itu, jadi tidak benar bila anggapan kita punya satelit sendiri
jadi lebih mahal. Padahal pembiayaannya banyak terserap digalian kawat kabel.
Melihat pertelekomunikasian ini harus totalitas. Misalnya telepon seluler dulu
ada yang mengatakan mahal tetapi bila melihat orang di luar negeri bayarnya 50
sen dollar per menit, berarti Indonesialah barang kali seperempat beban pulsa
negara-negara maju.
Kadang
orang sering mempersoalkan tarif sambungan pemasangan baru dikaitkan dengan
satelit. Justru sekarang pemerintah menetapkan tarif maksimum supaya di
lapangan berjalan baik, maka diberikan diskon. Bila pemakainya banyak dikasih
gratis tidak mungkin, paling diberikan kemurahan saja.
Bagaimana biaya sewa satelit?
Soal sewa satelit sama
saja, bahkan kita lebih murah dari luar negeri karena punya sendiri. Salah
kaparah bila melihat satelit dan mengatakan pulsa kita mahal. Soal tarif 'kan
harus dilihat totalitasnya, mulai biaya penggalian, pemasangan, sampai
perbaikan. Di Indonesia polanya sudah kita miliki, dan itu sangat membantu
tempat yang kurang mampu.
Ada anggapan pemakai telepon tertinggi di Indonesia hanya sekitar
2 juta orang, jadi biaya pulsa SLJJ tinggi?
Saya berikan contoh pemakaian
Saluran Langsung Internasional (SLI) yang ke luar negeri tidak banyak hanya
sekitar 400 - 5000 ribu dari seluruh Indonesia, sedangkan total telepon yang
terpasang 5 juta. Itu berarti sekitar 10 persen. Bila tarif itu dikatakan mahal
ya tidak. Justru mengapa ada perbedaan tarif , supaya bisa dikenakan tarif
setengah pembayaran. Coba saja bila diambil rata-rata 50 sen dollar per menit,
sekarang saja ke Irian dengan kondisi setengah sen ini saya yakin masih bisa
diturunkan. Karena teknologi satelit lebih maju. Tetapi tidak seluruh perangkat
telekomunikasi melalui satelit, masih ada kabel dengan investasi jangka pendek
dan jangka panjang yang tidak semudah dibayangkan. Bila dikatakan kemahalan ya
itu karena secara sepintas. Tapi kalau dilihat secara keseluruhan, belum tentu
mahal tarif telepon kita.
Sekarang perkembangan telepon seluler banyak ragamnya, menurut
Anda?
Ya, supaya murah. Dulu
'kan mahal sekali karena hanya satu sistem. Sekarang ini penggunanya masih
sedikit, jumlahnya baru 800 ribu. Dan ada yang mengatakan pasaran potensialnya
12 juta ke atas. Kemungkinannya masih banyak sekali untuk dimanfaatkan, tetapi
dilain pihak bisa membantu fasilitas akses.
Apa untung ruginya?
Banyak keuntungan dan
kerugiannya. Masalah penyelenggaraan teknologinya juga berbeda-beda. Untuk
pertama kali, dulu teknologi Indonesia memakai MT 450. Secara teknologi karena
frekwensi yang dipakainya rendah bisa menjangkau jauh, jadi banyak dipakai
disekitar jalan tol. Lalu ada multi comunication (MC) yang analognya bisa
dengan teknologi American system. Barulah kemudian muncul Global System for
Mobile Comunication (GSM). Semua ini menempati frekwensi yang terbatas, dan
memang harus disesuaikan teknologinya. Juga harus disesuaikan dengan
perkembangan teknologi digital untuk meningkatkan kualitas frekwensi yang sama
dengan jumlah satuan sambungan. Jadi secara umum sistem ini banyak manfaatnya.
Memang betul nantinya satu keluarga banyak mempergunakan macam model tergantung
pilihan masing-masing. Justru dengan mempergunakan beberapa pilihan akan baik ,
yang penting administrasi dengan sistim komputernya berjalan lebih baik.
Dengan hadirnya ponsel yang beragam, bagaimana dengan tarif pulsa
yang masih mahal?
Oh, tidak. Malah kemarin
ini kita turunkan tarifnya. Ternyata banyak pengguna senang.
Dapatkah Indonesia bersaing dengan usaha sejenis seperti AT &
T dari Amerika?
Tergantung bersaingnya
bagaimana. Ngapain sekarang kita pusing harus bersaing dengan Amerika,
misalnya. Secara terbuka boleh saja kita masuk ke sana, tetapi 'kan sekarang ladang
dalam negeri masih banyak. Biar saja perusahaan go public seperti Indosat
berperan, bahkan kabarnya Indosat sudah punya badan usaha di Amerika dan
Jepang.
Bagaimana dengan sumber daya manusia telekomunikasi Indonesia ?
Nah, itu dalam
pengawasaan dan pembinaan terus, suapaya kualitasnya ditingkatkan secepat
mungkin. Barangkali salah satunya pemberian kesempatan orang-orang muda di
sektor telekomunikasi itu. Lihat saja di Indosat, PT Telkom menempatkan jajaran
direktur kaum muda dengan rata- rata usia antara 33- 37 tahun. Buat saya adalah
penting bagi kaum muda diberi kesempatan, kepercayaan, dengan modal pendidikan
yang bisa menjalin hubungan kerja dengan instansi dalam dan luar negeri.
Bagaimana Anda melihat peluang internet sebagai pengembangan
teknologi yang kini makin marak di Indonesia?
Internet pada intinya
adalah pertukaran informasi. Karena itu juga bisa dipergunakan oleh swasta,
jadi mempermudah untuk e-mail, akses, dan kemudahan akses transaksi bisnis.
Lewat internet maupun jaringan komunikasi biasa banyak sekali transaksi yang
secara elektronis diperkenalkan. Misalnya diperkenalkan cybernomics,
cyberspace, dan kami akan terus meningkatkan kualitasnya. Sekarang ini terkesan
agak lamban.
Ini
sebagai suatu sistim permulaan globalisasi jaringan informasi, tetapi 'kan
perlu diwaspadai. Yang namanya informasi di dalam masyarakat ada saja yang
menyebarkan bisik-bisik tidak menguntungkan. Kekhawatiran ini meliputi kalangan
dewasa pemakai internet. Karena di internet sangat mudah mendapatkan gambar pornografi
dan berita-berita yang menyudutkan.
Apakah internet dianggap sesuatu yang membahayakan dan bagaimana
dengan pengawasannya?
Sekarang sudah diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bila terjadi pelanggaran yang
dengan sengaja menyebarkan pornografi dan pemberitaan yang menyudutkan, jerat
saja dengan aturan itu. Logikanya, jika ada kesalahan ajukan ke kepolisian, dan
diproses secara hukum. Selama tertib hukum silakan saja, jangan dianggap
ancaman yang membahayakan. Menyebarkan informasi akurat ada manfaatnya buat
masyarakat, masa harus dilarang.
Di internet penyebaran informasi kan begitu bebas dan terbuka,
apakah ada sangsi hukumnya?
Kalau bukan berita
membahayakan ngapain mesti ditakuti, arus informasi teknologi 'kan bisa dilihat
secara proporsional. Mengapa harus bersemangat ribut-ribut. Manfaatkanlah
sebaik-baik penggunaan teknologi ini, bukan saling mencari kambing hitam. Di
Indonesia pengguna internet masih terbatas, belum luas, jadi masyarakat
menengah ke bawah masih percaya media cetak dan televisi. Untuk perkembangan
internet masa mendatang bisa saja diharapkan sebagai media informasi
alternatif.
Jadi internet tak bisa diatur oleh Departemen Penerangan,
misalnya?
Nggak ada urusannya, ini
jalur teknologi. Secara materi pers memang dikontrol Deppen. Tetapi Deparpostel
hanya mengawasi teknologinya saja, mengenai materi terserah Deppen mau atur
atau tidak. Kami tidak berkepentingan selama pemberitaannya berguna untuk
masyarakat luas. Selama ini yang memungkinkan aksesnya besar dan masih dicari
orang sampai di internet ya CNN, dengan alasan lengkap dan aman.
Jadi Deparpostel menganggap internet adalah media global yang tak
perlu diawasi dengan ketat?
Karena masing-masing
lembaga sudah punya perundangan masing-masing. Setiap pemakai internet 'kan
harus bayar. Maka kegunaan untuk mendapatkan makalah, paper ceramah-ceramah
paper bagi para peneliti, atau akademisi, dan pelaku bisnis, politik, lebih
berguna. Deparpostel hanya punya kewajiban mengawasi unsur teknologinya yaitu
internet, lain itu tidak ada campur tangan.
Copyright © PDAT
0 komentar:
Posting Komentar