Kamis, 15 Januari 2015

Tulisan Individu ( Pengantar Telematika )

Tiap tahun jumlah pengguna internet di dunia meningkat pesat dan diiringin dengan perkembangan teknologi
Yang mendampinginnya (Baca:Daftar Jumlah Pengguna Internet Dunia 1995-2008.) Peningkatan ini terjadi karena internet memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan dan penyebaran ilmu pengetahuan, sains, informasi up to date, relasi (situs jejaring), hingga ekonomi, bisnis, politik dan religi. Berbagai transaksi jual beli yang sebelumnya hanya bisa dilakukan dengan cara tatap muka (dan sebagian sangat kecil melalui pos atau telepon), kini sangat mudah dan sering dilakukan melalui Internet atau lebih dikenal e-commerce.
Besarnya pengaruh (sisi positif) internet membuat negara-negara maju berlomba memperbesar infrastruktur, jaringan dan teknologi internet. Bagi pemerintah bersama stakeholder (provider/operator) negara-negara maju, mereka telah memperbesar kecepatan internet hingga angka fantastis bila dibanding dengan negara seperti Indonesia. Adalah negara Korea Selatan yang menjadi negara dengan akses internet tercepat, yang disusul Jepang.
Berikut 12 Negara (Wilayah) dengan kecepatan Internet tertinggi
Rank
Negara
Kecepatan Akses
1
Korea Selatan
21,71 Mb/s
2
Jepang
16.00 Mb/s
3
Aland Island
15.02 Mb/s
4
Lithuania
13.44 Mb/s
5
Latvia
13.35 Mb/s
6
Swedia
13.26 Mb/s
7
Romania
12.85 Mb/s
8
Belanda
12.32 Mb/s
9
Bulgaria
12.02 Mb/s
10
Republik Moldova
10.00 Mb/s
11
Hong Kong (China)
9.52 Mb/s
12
Slovakia
8.92 Mb/s
28
Amerika Serikat
5.1 Mb/s (Update)
138
Indonesia
1.21 Mb/s
Sumber : Speedtest (Update 14 Okt 2009)
Tabel diatas menunjukkan kecepatan rata-rata akses internet yang berhasil diolah oleh speedtest.net.  Dari kecepatan tersebut, maka waktu rata-rata untuk mengakses sebuah situs di Korea atau Jepang hanya dibutuh waktu hitungan detik. Hal yang berbeda dengan Indonesia, yang membutuh waktu beberapa detik hingga belasan bahkan puluhan detik.
Internet di Indonesia : Sudah Lemot, Mahal Pula
Kecepatan yang Lemot
Dari data kecepatan internet dunia, maka kecepatan internet di Indonesia termasuk yang cukup buruk dibanding dengan negara-negara dunia, bahkan di Asia. Dari sekitar 200-an  negara + wilayah negara khusus (seperti Hongkong, Macau), Indonesia berada diposisi ke-138 dalam kategori kecepatan akses (khususnya download) internet. Kecepatan internet Indonesia jauh dibawah Korea Selatan, Jepang, Hongkong, China dan Singapura.
Ketika kecepatan akses internet di Jepang mencapai belasan hingga puluhan Mbps, kecepatan internet Indonesia hanya mencapai ratusan kbps saja. Angka kecil itupun kebanyakan diperoleh melalui fasilitas umum seperti warnet, cybercafe, hotspot, kampus atau kantor. Dan sejak ‘demam facebook’ menyerang Indonesia, fasilitas blackberry, iphone, atau ponsel internetan menjadi salah satu sarana pendongkrak aksesbilitas internet di Indonesia.
Sebagai perbandingan, saya akan tampilkan kecepatan akses internet di Indonesia dibanding Jepang. Data ini saya peroleh dari sharing rekan-rekan kaskuser Indonesia yang berada di Jepang.
Berikut adalah kecepatan internet di Jepang (rekan-rekan Kaskus’ers di Jepang).
Sampling Kecepatan Internet di Jepang
KKDI Corporation
NTT Communications
Chugoku Shikoku Internet
SoftbankBB Corp
Bandingkan dengan kecepatan internet di Indonesia.
Sampling Kecepatan Internet di Indonesia
Internet Smart Paket Biasa
Telkom Speedy
Indosat 3G
Dari dua tabel di atas, kita tentu cukup ‘iri’ melihat kecepatan akses internet di Jepang. Dan mungkin…..orang Jepang juga cukup ‘iri’ dengan kesabaran orang Indonesia dalam mengakses internet. Lalu, apakah dengan kecepatan akses yang begitu di Jepang berimplikasi pada tingginya biaya internetan-nya?
Sudah Lemot, Mahal Pula
Para netter Indonesia saat ini dan mungkin beberapa tahun lagi masih cukup malang. Selain kecepatan yang cukup lemot, ternyata biaya layanan internet di Indonesia cukup mahal. Dengan kecepatan rata-rata 256 kbps, para pengguna internet Indonesia harus membayar sekitar Rp 150.000 per bulan (asumsi kuota internet unlimited). Ini  berarti biaya akses internet Indonesia Rp 585.000/Mbps/bulan. Bagaimana dengan Jepang?
Dengan menikmati kecepatan rata-rata 15 Mbps, netter Jepang hanya merogoh sekitar 5000-6000 yen per bulan atau sekitar Rp 450.000 hingga Rp 550.000 per bulan. Angka ini sama dengan Rp 33.000/Mbps/bulan. Dari angka absolut saja, biaya internet Indonesia 17 kali lebih mahal dibanding Jepang. Ini belum dihitung daya beli masyarakat Jepang yang sangat tinggi.
Dengan memperhitung daya beli masyarakat Jepang dan income per capitanya terhadap Indonesia, maka perbandingan biaya internet terhadap layanan Indonesia memang sangat buruk. Dengan income per kapita 16 kali lebih besar daripada penduduk Indonesia, orang Jepang menikmati akses internet sekitar 1/250 lebih murah dengan Indonesia. Angka ini berasal dari hitungan kasar saya : Biaya per Mbps/bulan X perbandingan income perkapita (17×16=272, dan saya bulatkan 250 kali). Jadi, biaya internet Indonesia sekitar 250 kali lebih mahal dibanding Jepang.
Rakyat Harus Bicara dan Melek
Buruknya layanan internet di Indonesia harus disadari oleh rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia harus melek informasi bahwa rakyat kita masih sangat sulit untuk mendapat informasi. Sudah sulit, mahal pula. Itulah informasi yang harus masyarakat tahu. Jika masyarakat tidak tahu, maka pemerintah + stakeholder akan ongkang-angking membiarkan masyarakat kesulitan akses internet. Sistem tarif internet kita saat ini, sama dengan kasus perbandingan tarif telekomunikasi  2004 vs 2009. Yang mana sebelum tahun  2006, tarif telekomunikasi kita sangat tinggi. Dengan prediksi yang sama, maka dalam waktu 3-5 tahun kedepan, tarif internet semestinya sudah turun hingga 90%.
Sistem monopoli (sudah berkurang), minimnya konten/server lokal (dalam negeri) merupakan dua faktor utama yang menyebabkan “lemot”-nya layanan internet kita. Faktor penyebab lain adalah jaringan back-bone di Indonesia yang masih terbatas. Khusus faktor ke-2 yakni konten/server lokal harus menjadi perhatian kita bersama. Mayoritas akses internet di Indonesia tertuju pada konten atau server-server yang berada di Amerika, dan ini menyebabkan bandwith kita banyak tersedot ke Amerika. Sedangkan harga bandwith itu sendiri cukuplah mahal. Hal ini hanya bisa kita tekan dan atasi dengan menggalakkan server lokal. Jadi, jika anda memiliki Website, Webblog, atau sejenisnya, sebaiknya memilih hosting yang servernya berada di Indonesia. Cara ini akan mempercepat akses internet kita, setidaknya mengurangi routine sistem internet yang jaring- berjaring.


Puluhan tahun Jonathan Limbong Parapak, 55 tahun, membuktikan diri sebagai profesional yang tangguh dengan membangun Indosat, perusahaan telekomunikasi Indonesia terkemuka, sejak tahun 1969. Hidupnya selalu penuh tantangan, dan berkelok ibarat kabel telepon. "Selama hidup saya ditakdirkan sebagai pengabdi masyarakat. Jadi tidak boleh mengeluh. Saya jalani hidup ini, ibaratnya seperti bentangan kabel telepon yang menelesuri pelosok Indonesia, " kata lelaki kelahiran Rantepeo, sebuah desa di Tana Toraja, Sulawesi Selatan, yang mengaku daerahnya masih sulit dijangkau hubungan komunikasi ke luar.


Melihat kondisi desanya tersebut, jadilah Jonathan bertekad untuk menguasai bidang telekomunikasi. Selepas SMA, dan pernah mencoba di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Ujungpandang -- tapi tidak selesai -- ayah tiga orang anak ini langsung mendaftarkan diri di Universitas Tasmania, Australia dan mengambil jurusan telekomunikasi. Tamat sarjana muda di universitas yang sama, Jonatahan mendaftarkan diri ke bidang komunikasi untuk mengambil gelar sarjana. Untuk menambah ilmu, dia mengikuti kursus eksekutif di University Syracuse.
Memulai karir awalnya sebagai staf PT Indosat pada tahun 1969, sebelas tahun kemudian berkat prestasi kerjanya, dia duduk sebagai direktur utama PT Indosat. "Sayalah yang pertama kali menciptakan sistem manajemen solid BUMN di Indosat. Itu membuah hasil, Indosat dipilih sebagai perusahaan go public pertama di Indonesia," tutur lelaki yang sering berpenampilan rapi dan suka senyum ini penuh kebanggaan.
Berkat kemampuan menguasai telekomunikasi, akhirnya, pada tanggal 15 Februari 1991 nama Jonathan bergerak masuk ke dalam jajaran pemerintahan. Dia ditugasi sebagai Sekjen Deparpostel. Di sini kiprah Jonathan terlihat. Dia terlibat dalam gebrakan pertelekomunikasian di jalur telepon seluler yang melahirkan begitu banyak model seperti GSM, PHS, DCS, dan masih banyak lagi.
Dan pada akhir Mei 1997 lalu, dosen Fakultas Teknik Universitas Indonesia ini mulai berkomentar tentang internet, alat komunikasi tanpa batas negara yang meruntuhkan berbagai halangan komunikasi itu. "Penyebaran informasi yang pornografi dan berita yang menyudutkan negara, ancamannya jelas dijerat KUHP," ucapnya. Artinya, sepanjang tidak menyebarkan pornografi dan fitnah kepada negara, maka pemberi jasa informasi di internet di Indonesia tak perlu merasa khawatir. "Selama ini deparpostel hanya mengawasi perteknologiannya saja, lainnya itu tidak," katanya menambahkan.
Ditemui Hani Pudjiarti dari TEMPO Interaktif, di kantornya, di Medan Merdeka Barat Jakarta, tokoh yang laris diundang seminar tentang internet dan pertelekomunikasian ini berbincang panjang. Berikut petikannya :
Bagaimana Anda melihat perkembangan telekomunikasi Indonesia menjelang abad 21 nanti?
Tahun 2000 tinggal dua setengah tahun lagi. Untuk menghadapinya telekomunikasi Indonesia mencanangkan telkom Nusantara T-21. Artinya, untuk mencapai tingkat dunia penyelenggaraannya sudah harus dilihat kualitas layanan dan kinerjanya. Pencanangan Nusantara T-21 ini dianggap perlu karena bangsa Indonesia akan memasuki abad 21 dengan visi yang sangat jelas unuk pertekomunikasian. Di sini, kita mencoba menggambarkan pengenalan jaringan dan sistem informasi yang tergelar global menyambut tahun 2000 nanti. Itu dibarengi kondisi pembangunan infrastruktur yang sudah ada, seperti jalan-jalan, sistem informasi yang canggih berpita lebar untuk menyalurkan kepentingan informasi. Bahkan di pulau Jawa dan kepulauan lainnya sudah dibangun yang namanya serat optik secara merata.
Apalagi yang direncanakan?
Memasuki tahun 2000 nanti selain serat optik, ada mikro radio yang menggunakan satelit yang lebih luas. Sekarang Palapa C-nya sudah hadir, Telkom 1 akan diluncurkan, tinggal merancang acces action multi medianya. Belum lagi telepon seluler yang menerapkan Global System for Mobile Comunication (GSM), Personal Handphone System (PHS), Personal Communication System (PCS), dan Digital Celuler System (DCS) dan hubungan lainnya. Dengan sistem itu biaya operasi lebih irit. Intinya, harapan di abad 21 nanti, paling tidak masyarakat ibukota sampai ke tingkat kecamatan sudah bisa mengakses informasi dengan mudah. Di kecamatan bila perlu ada delivery down load untuk kecepatan tinggi sekitar 2 megabyte yang dilalui oleh multi media. Singkatnya cita-cita kita memasuki abad 21 nanti, seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai penjuru dapat mengakses jaringan multimedia seperti teman-temannya di seluruh Indonesia.
Mengapa Anda yakin sekali Indonesia sudah siap menghadapi abad 21 telekomunikasi?
Perencanaannya sudah on paper, pembangunan proyek sudah jalan. Pada Repelita VI kemarin direncanakan ada 5 juta satuan sambungan, tapi terpasang sekitar 8 juta sambungan. Ini menunjukan pembangunan Indonesia akseleratif dan mempercepat kita bisa segera memasuki abad 21 nanti. Pasti banyak orang mengatakan ini sekedar karangan saja, padahal inilah target sesungguhnya dan sudah mulai kita lakukan dengan penggunaan teknologi sebagai tempat informasi. Itu sudah didemonstrasikan di beberapa daerah. Bahkan sebelum pemilu kemarin dipakai jaringan express connection, pelayanan komunikasi cepat seperti telepon. Alat ini bisa dipasang kurang dari seminggu secara cepat untuk menghubungkan daerah pedalaman mengenai informasi. Ini sudah terjadi Irian dan pelosok daerah Indonesia.
Mengapa tarif pulsa di Indonesia sangat mahal, padahal kita mempunyai satelit sendiri?
Sekarang tarif pulsa Indonesia sekitar 115 rupiah per pulsa, bila dikurs dalam dollar maka itu hanya sekitar 5 sen dollar saja. Di mana ada tarif pulsa semurah itu. Jadi, lihat perspektifnya dulu, jangan langsung menunding. Kadang orang membandingkan dengan Singapura mengenai tarif sambungan langsung jarak jauh (SLJJ). Coba Singapura negerinya 'kan kota, sementara Indonesia dari Aceh sampai Irian harus melalui SLJJ. Indonesia jangan membandingkan dengan Amerika, negara super maju. Kapasitas beli sentral Indonesia saja mungkin baru sekitar 10 juta dollar dengan kapasitas sekitar 10 ribu satuan sambungan. Di Amerika barangkali 10 juta sudah mendapat sepuluh kali lipat satuan sambungan. Jadi itulah perspektifnya, jangan terus membandingkan dengan seenaknyai terhadap negara lain.
Tetapi mengapa beberapa negara Asean yang meminjam satelit dari Indonesia justru bisa menekan dan memberi tarif lebih murah dibanding Indonesia?
Oh, itu tidak ada kaitannya dengan satelit. Satelit ke atas, kalau ini 'kan kabel kawat. Sekarang di Jakarta, untuk menggali itu memakai radio listrik. Saat ini banyak teknologi yang menggunakan itu, jadi tidak benar bila anggapan kita punya satelit sendiri jadi lebih mahal. Padahal pembiayaannya banyak terserap digalian kawat kabel. Melihat pertelekomunikasian ini harus totalitas. Misalnya telepon seluler dulu ada yang mengatakan mahal tetapi bila melihat orang di luar negeri bayarnya 50 sen dollar per menit, berarti Indonesialah barang kali seperempat beban pulsa negara-negara maju.
Kadang orang sering mempersoalkan tarif sambungan pemasangan baru dikaitkan dengan satelit. Justru sekarang pemerintah menetapkan tarif maksimum supaya di lapangan berjalan baik, maka diberikan diskon. Bila pemakainya banyak dikasih gratis tidak mungkin, paling diberikan kemurahan saja.
Bagaimana biaya sewa satelit?
Soal sewa satelit sama saja, bahkan kita lebih murah dari luar negeri karena punya sendiri. Salah kaparah bila melihat satelit dan mengatakan pulsa kita mahal. Soal tarif 'kan harus dilihat totalitasnya, mulai biaya penggalian, pemasangan, sampai perbaikan. Di Indonesia polanya sudah kita miliki, dan itu sangat membantu tempat yang kurang mampu.
Ada anggapan pemakai telepon tertinggi di Indonesia hanya sekitar 2 juta orang, jadi biaya pulsa SLJJ tinggi?
Saya berikan contoh pemakaian Saluran Langsung Internasional (SLI) yang ke luar negeri tidak banyak hanya sekitar 400 - 5000 ribu dari seluruh Indonesia, sedangkan total telepon yang terpasang 5 juta. Itu berarti sekitar 10 persen. Bila tarif itu dikatakan mahal ya tidak. Justru mengapa ada perbedaan tarif , supaya bisa dikenakan tarif setengah pembayaran. Coba saja bila diambil rata-rata 50 sen dollar per menit, sekarang saja ke Irian dengan kondisi setengah sen ini saya yakin masih bisa diturunkan. Karena teknologi satelit lebih maju. Tetapi tidak seluruh perangkat telekomunikasi melalui satelit, masih ada kabel dengan investasi jangka pendek dan jangka panjang yang tidak semudah dibayangkan. Bila dikatakan kemahalan ya itu karena secara sepintas. Tapi kalau dilihat secara keseluruhan, belum tentu mahal tarif telepon kita.
Sekarang perkembangan telepon seluler banyak ragamnya, menurut Anda?
Ya, supaya murah. Dulu 'kan mahal sekali karena hanya satu sistem. Sekarang ini penggunanya masih sedikit, jumlahnya baru 800 ribu. Dan ada yang mengatakan pasaran potensialnya 12 juta ke atas. Kemungkinannya masih banyak sekali untuk dimanfaatkan, tetapi dilain pihak bisa membantu fasilitas akses.
Apa untung ruginya?
Banyak keuntungan dan kerugiannya. Masalah penyelenggaraan teknologinya juga berbeda-beda. Untuk pertama kali, dulu teknologi Indonesia memakai MT 450. Secara teknologi karena frekwensi yang dipakainya rendah bisa menjangkau jauh, jadi banyak dipakai disekitar jalan tol. Lalu ada multi comunication (MC) yang analognya bisa dengan teknologi American system. Barulah kemudian muncul Global System for Mobile Comunication (GSM). Semua ini menempati frekwensi yang terbatas, dan memang harus disesuaikan teknologinya. Juga harus disesuaikan dengan perkembangan teknologi digital untuk meningkatkan kualitas frekwensi yang sama dengan jumlah satuan sambungan. Jadi secara umum sistem ini banyak manfaatnya. Memang betul nantinya satu keluarga banyak mempergunakan macam model tergantung pilihan masing-masing. Justru dengan mempergunakan beberapa pilihan akan baik , yang penting administrasi dengan sistim komputernya berjalan lebih baik.
Dengan hadirnya ponsel yang beragam, bagaimana dengan tarif pulsa yang masih mahal?
Oh, tidak. Malah kemarin ini kita turunkan tarifnya. Ternyata banyak pengguna senang.
Dapatkah Indonesia bersaing dengan usaha sejenis seperti AT & T dari Amerika?
Tergantung bersaingnya bagaimana. Ngapain sekarang kita pusing harus bersaing dengan Amerika, misalnya. Secara terbuka boleh saja kita masuk ke sana, tetapi 'kan sekarang ladang dalam negeri masih banyak. Biar saja perusahaan go public seperti Indosat berperan, bahkan kabarnya Indosat sudah punya badan usaha di Amerika dan Jepang.
Bagaimana dengan sumber daya manusia telekomunikasi Indonesia ?
Nah, itu dalam pengawasaan dan pembinaan terus, suapaya kualitasnya ditingkatkan secepat mungkin. Barangkali salah satunya pemberian kesempatan orang-orang muda di sektor telekomunikasi itu. Lihat saja di Indosat, PT Telkom menempatkan jajaran direktur kaum muda dengan rata- rata usia antara 33- 37 tahun. Buat saya adalah penting bagi kaum muda diberi kesempatan, kepercayaan, dengan modal pendidikan yang bisa menjalin hubungan kerja dengan instansi dalam dan luar negeri.
Bagaimana Anda melihat peluang internet sebagai pengembangan teknologi yang kini makin marak di Indonesia?
Internet pada intinya adalah pertukaran informasi. Karena itu juga bisa dipergunakan oleh swasta, jadi mempermudah untuk e-mail, akses, dan kemudahan akses transaksi bisnis. Lewat internet maupun jaringan komunikasi biasa banyak sekali transaksi yang secara elektronis diperkenalkan. Misalnya diperkenalkan cybernomics, cyberspace, dan kami akan terus meningkatkan kualitasnya. Sekarang ini terkesan agak lamban.
Ini sebagai suatu sistim permulaan globalisasi jaringan informasi, tetapi 'kan perlu diwaspadai. Yang namanya informasi di dalam masyarakat ada saja yang menyebarkan bisik-bisik tidak menguntungkan. Kekhawatiran ini meliputi kalangan dewasa pemakai internet. Karena di internet sangat mudah mendapatkan gambar pornografi dan berita-berita yang menyudutkan.
Apakah internet dianggap sesuatu yang membahayakan dan bagaimana dengan pengawasannya?
Sekarang sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bila terjadi pelanggaran yang dengan sengaja menyebarkan pornografi dan pemberitaan yang menyudutkan, jerat saja dengan aturan itu. Logikanya, jika ada kesalahan ajukan ke kepolisian, dan diproses secara hukum. Selama tertib hukum silakan saja, jangan dianggap ancaman yang membahayakan. Menyebarkan informasi akurat ada manfaatnya buat masyarakat, masa harus dilarang.
Di internet penyebaran informasi kan begitu bebas dan terbuka, apakah ada sangsi hukumnya?
Kalau bukan berita membahayakan ngapain mesti ditakuti, arus informasi teknologi 'kan bisa dilihat secara proporsional. Mengapa harus bersemangat ribut-ribut. Manfaatkanlah sebaik-baik penggunaan teknologi ini, bukan saling mencari kambing hitam. Di Indonesia pengguna internet masih terbatas, belum luas, jadi masyarakat menengah ke bawah masih percaya media cetak dan televisi. Untuk perkembangan internet masa mendatang bisa saja diharapkan sebagai media informasi alternatif.
Jadi internet tak bisa diatur oleh Departemen Penerangan, misalnya?
Nggak ada urusannya, ini jalur teknologi. Secara materi pers memang dikontrol Deppen. Tetapi Deparpostel hanya mengawasi teknologinya saja, mengenai materi terserah Deppen mau atur atau tidak. Kami tidak berkepentingan selama pemberitaannya berguna untuk masyarakat luas. Selama ini yang memungkinkan aksesnya besar dan masih dicari orang sampai di internet ya CNN, dengan alasan lengkap dan aman.
Jadi Deparpostel menganggap internet adalah media global yang tak perlu diawasi dengan ketat?
Karena masing-masing lembaga sudah punya perundangan masing-masing. Setiap pemakai internet 'kan harus bayar. Maka kegunaan untuk mendapatkan makalah, paper ceramah-ceramah paper bagi para peneliti, atau akademisi, dan pelaku bisnis, politik, lebih berguna. Deparpostel hanya punya kewajiban mengawasi unsur teknologinya yaitu internet, lain itu tidak ada campur tangan.
Copyright © PDAT



0 komentar:

Posting Komentar